Pencak silat diperkirakan menyebar di
Kepulauan Nusantara pada abad ke-7 Masehi. Saat ini, pencak silat telah diakui
sebagai budaya suku Melayu, yaitu para penduduk daerah pesisir Pulau Sumatra
dan Semenanjung Malaka, serta kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua
franca bahasa Melayu.
Di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali,
Kalimantan, dan Sulawesi, telah mengembangkan silat tradisional.
Penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di
Nusantara telah diajarkan bersamaan dengan silat. Silat berkembang dari ilmu
beladiri dan seni tari rakyat yang menjadi bagian dari latihan spiritual.
Selanjutnya, perkembangan silat didorong oleh
para ahli beladiri dari keraton serta para pendekar silat lainnya, yang legenda
kehebatan ilmunya banyak tersebar di seantero wilayah nusantara. Sebagai
contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka meyakini legenda bahwa
Hang Tuah dari abad ke-14 merupakan pendekar silat yang terhebat.
Seni beladiri pencak silat mengandung beberapa
aspek nilai, antara lain sebagai berikut:
a.
Mental spiritual
Pencak silat membangun dan mengembangkan
kepribadian dan karakter mulia seseorang.
b.
Seni budaya
Budaya dan permainan "seni" pencak
silat merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Istilah pencak pada
umumnya menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat dengan musik dan busana
tradisional.
c.
Beladiri
Kepercayaan dan ketekunan diri sangat penting
dalam menguasai ilmu beladiri pencak silat. Istilah silat, cenderung menekankan
pada aspek kemampuan teknis beladiri pencak silat.
d.
Olahraga
Aspek fisik dalam pencak silat sangat
penting. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh. Kompetisi
merupakan bagian aspek ini. Aspek olahraga meliputi pertandingan dan
demonstrasi bentuk-bentuk jurus, baik untuk tunggal, ganda,
maupun regu.