Apabila kita
menengok pasar-pasar tradisional di Indonesia sangat menjijikkan. Bau sampah
yang sebagian besar sisa-sisa kotoran sayur-mayur menumpuk begitu saja di
pojok-pojok pasar. Namun, siapa sangka dari sanalah muncul ide cemerlang
mahasiswa Institus Teknologi Bandung (ITB). Mereka menemukan sumber energi baru
berbahan baku sampah dari pasar-pasar tradisional tersebut.
Kedua karya
mahasiswa ITB itu bisa menjadi solusi mengurangi beban masyarakat, sebagai
sumber energi alternatif, karena harga bahan bakar minyak (BBM) terus naik.
Selain itu, karya mereka juga bisa menyelamatkan lingkungan.
Tangki atau
plastik itu digunakan untuk menampung sampah-sampah organik (sampah yang mudah
hancur). Dalam bahasa ilmiahnya dikenal sebagai bioreaktor. Kemudian,
bioreaktor itu dilengkapi selang yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk
menyalurkan gas yang dihasilkan. Selanjutnya, bagian dari bioreaktor itu diberi
lubang untuk membuang limbah sampah yang tidak bisa dikonversi.
Untuk
mendapatkan biogas yang diinginkan, bioreaktor (tangki) harus bersifat
anaerobik. Menurut Riesta, tangki itu tak boleh ada oksigen dan udara yang
masuk sehingga sampah-sampah organik yang dimasukkan ke dalam bioreaktor bisa
dikonversi mikroba.
Dalam skala
kecil, sampah rumah menghasilkan 1.000 liter sampah atau 300 kg sampah, sudah
dapat menghasilkan sekitar 50–60 persen gas CH4, metan, dan sisanya karbon
dioksida.
Dalam satu
bulan sudah dapat menghasilkan biogas. Jelas kalau sudah dimanfaatkan untuk kompor
gas sudah bisa menghemat bahan bakar yang harganya cukup mahal.
Sementara
sampah dari bioreaktor yang tidak dapat dikonversi dan berupa limbah dapat
dimanfaatkan untuk kompos. Limbah kompos itu dapat digunakan sebagai pupuk
untuk tanaman.
Kebersihan
lingkungan di mana pun kita berada haruslah menjadi perhatian bersama.
Kebersihan lingkungan terkait dengan penanganan sampah. Nah, untuk itu kalian
harus membiasakan melakukan perilaku cinta lingkungan.